Isnin, 7 September 2009

NABI MUHAMMAD S.A.W

Semua Berjalan di Jalannya Masing-Masing

Semua Berjalan di Jalannya Masing-Masing
Oleh : Alhabib Umar bin Hafidh

(Disampaikan dalam rangkain acara Multaqo Ulama di Masjid Agung Jawa Tengah – MAJT, Semarang dari tanggal 17 – 18 April 2009)

Kita mendapat nikmat yang besar dari Allah Swt. Dahulu orang terdahulu mendapatkan nikmat seperti yang kita rasakan dengan perjuangan yang sangat berat sehingga kita sekarang dapat merasakan nikmat tersebut.

Oleh karena itu kita yang mempunyai kemampuan (ulama) harus menyelamatkan masyarakat. Halaqoh dzikir dan ilmu harus terus hidup di masyarakat karena kita mempunyai murid-murid. Kita harus terus menyempurnakan tawasul kita, menyempurnakan silaturrahim diantara kita untuk meningkatkan dakwah kita.

Saya datang ke Indonesia sejak 17 tahun yang lalu. Di sini (Indonesia) masih terjaga madzhab Syafi’i, tapi akhir-akhir ini ada madzhab yang tidak baik yang kalau kita tidak berhati-hati maka madzhab tersebut akan menyesatkan kita.

Kita harus bekerja sama agar masalah-masalah seperti ini dapat terselesaikan dengan tidak terganggu oleh latar belakang kita masing-masing. Dengan saling bertemu kita dapat menyedikitkan kesalah-pahaman sehingga keadaan yang lebih baik akan kita dapatkan.

Ini tidak ada niat lain kecuali ingin menyatukan umat. Ilmu adalah mempunyai kedudukan yang tinggi sehingga bagi orang yang berilmu tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain untuk mengikuti keinginannya. Seperti halnya politik, partai-partai tidak bisa memaksa kyai atau ulama untuk meninggalkan pondok pesantrennya hanya untuk masuk ke partainya. Semua harus tetap berjalan di jalannya masing-masing akan tetapi tetap harus sering-sering bertemu (silaturrahim).

Silaturrahim ini tidak membahas latar belakangnya masing-masing, tidak! Tapi pertemuan-pertemuan yang membahas kebaikan umat.

Lihatlah dzikir kita, apakah membawa hasil bagi kita? Apakah membawa pengaruh bagi diri kita?

WIRID AS-SAKRAN

Wirid Imam Abu Bakar Abdurrahman Assegaf

ALLAHURABBI

Muhasabah Diri

Tajuk: Muhasabah Diri

Petikan dari Kalam Habib dalam Video tersebut:

‘Sebahgian manusia,apabila dipuji,dimuliakan,menzahirkan kerendahan dirinya agar orang memuliakan dia dan sebahgian pula apabila disakiti,berbuat-buat dalam menzahirkan sifat kerendahan dirinya supaya orang kata dia itu tawadhuk.Maka perlu baginya memuhasabah kembali adakah dia benar2 jujur dalam tawadhuknya???’

Ya Allah,
Bagaimana keadaan hati ini,
Jika dalam setahun itu,
Tidak berpeluang menghadiri majlis Ilmunya???
Sungguh,
Aku tidak dapat menggambarkan keadaan aku ketika itu…

Ini baru Murabbi…
Belum lagi Rasulullah sollahu ‘alaihi wa sallam…

Kalau para Sahabat Rasulullah,
Dalam sehari sahaja,
Belum melihat Rasulullah,
Membuatkan wajah mereka pucat lesu,
Tidak lalu untuk makan kecuali setelah melihatnya,
Menangis di sepertiga malam mereka,
Mengadu kerinduan terhadapnya,
Maka,
Cinta apakah yang Engkau letakkan dalam hati mereka ini,
Hingga mereka bersikap demikian???

Memang benarlah,
Kata2 seorang ukhti,
Apabila ditanya,
Kenapa kita tidak ditemukan pada Rasulullah sebelum di akhirat lagi,
Maka,
Soalan yang pertama yang perlu ditanya kembali,
‘ADAKAH KITA MAMPU UNTUK BERPISAH DENGANNYA WALAU HANYA SEKETIKA???’
Sungguh kamu tidak mampu berpisah dengannya….

Sekadar ingin mengingatkan kembali kepada kalian akan janji Rasulullah s.a.w buat KITA semua…

Sabda Rasulullah(Sollahu ‘alaihi wa sallam):

‘Aku tunggu kalian di telaga khaud…’~Riwayat oleh Imam Bukhari.

Ku rindukan Murabbi dan Penghulu segala Murabbi Rasulullah s.a.w…
Jadikan kerinduan ini sebagai satu kemanisan Iman…

MATA HATI

Kata-kata yang lahir dari hati yang ikhlas dan benar akan jatuh ke hati … sambungan

Kata-kata yang lahir dari hati yang ikhlas dan benar akan jatuh ke hati … sambungan
Ambo sambung lagi dari entri sebelumnya Habib Umar Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz حفظه الله تعالى menyebut di dalam Irsyadatud Da’iyat (kumpulan pelajaran Habib Umar di Darul Zahra’). Beliau seterusnya menceritakan:

Sayyidina ’Abdul Qadir al-Jailani قدس الله سره dalam menyampaikan pengajiannya menggunakan bahasa yang sangat sederhana. Anak beliau yang telah banyak menuntut ilmu dan gemar menyampaikan ilmu berbisik di dalam hatinya: Jika aku diizinkan menyampaikan ilmu, tentu akan lebih banyak orang yang menangis.

Maka suatu hari Sayyidina ’Abdul Qadir al-Jailani قدس الله سره ingin mendidik anaknya, beliau berkata kepada anaknya: Wahai anakku! Berdirilah dan sampaikan syarahanmu. Anak beliau kemudiannya bersyarah dengan isi dan gaya yang bagus sekali. Namun tiada seorang pun yang menangis dan merasa khusyu’. Para hadirin bahkan merasa bosan mendengarnya. Setelah anaknya selesai bersyarah, Sayyidina ’Abdul Qadir al-Jailani قدس الله سره naik keatas mimbar lalu berkata: Para hadirin sekelian, malam tadi isteriku ummul fuqaro’, menghidangkan ayam panggang yang sangat lazat, tiba-tiba seekor kucing datang dan memakannya.

Mendengar ucapan ini, para hadirin menangis dan menjerit. Anak beliau berkata: Aneh …. aku bacakan ayat-ayat al-Quran kepada mereka, hadits-hadits Nabi صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم, syair dan pelbagai akhbar, tidak seorang pun yang menangis. Tetapi ketika ayahku menyampaikan ucapan yang tidak ada ertinya, mereka justru menangis. Sungguh aneh, apa sebabnya????

Habib Umar menyambung: Inti ceramah (syarahan, ilmu) bukan terletak pada susunan kalimat tetapi pada kesucian hati dan sifat shidq (benar) orang yang berceramah (bersyarah, berbicara .. etc). Sewaktu Sayyidina ’Abdul Qadir al-Jailani قدس الله سره berbicara, para hadirin menangis kerana mengertikan ’kucing’ dalam kisah beliau itu dengan syaithan yang mencuri amal anak Adam dengan cara menimbulkan rasa riya’, ujub dan kibr (sombong). Ada yang menangis kerana mengibaratkan cerita itu dengan keadaan su’ul khatimah, yakni ia membayangkan seseorang yang memiliki amal yang sangat banyak, tetapi usianya berakhir dengan su’ul khatimah. Mereka menangis dan merasa takut kepada Allah hanya kerana ucapan biasa. Sesungguhnya dari ucapan itu telah membuatkan mereka berfikir, menerbitkan cahaya di hati mereka, berkat dari cahaya yang memancar dari hati Sayyidina ’Abdul Qadir al-Jailani قدس الله سره …… Tamat petikan.

REDHA MU

Menggapai Ridho Allah: Dengan Sebuah Kajian Akhlak Praktis

Menggapai Ridho Allah: Dengan Sebuah Kajian Akhlak Praktis
Tuesday, 03 March 2009 09:09

Perbaikan akhlaq merupakan salah satu tujuan utama diutusnya Baginda Nabi Muhammad SAW. Dengan akhlaq itulah manusia hidup dengan damai di muka bumi dan meraih kebahagiaan abadi setelah menghadap Allah SWT di akhirat nanti.

Lebih dari itu, akhlaq Islami merupakan satu-satunya solusi dalam menyelesaikan berbagai problematik hidup. Mulai dari yang bersifat pribadi, keluarga, kemasyarakatan, hingga masalah kenegaraan. Apalagi di zaman seperti sekarang, krisis moral telah menjadi wabah yang memprihatinkan pada semua elemen bangsa. Mulai dari mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai ulama, tokoh masyarakat, pejabat, akademisi, pedagang, hingga rakyat jelata yang hidup dalam status sosial dan ekonomi terbawah sekalipun.
Buku ini hadir sebagai salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan manusia, khususnya umat Islam, dalam memperbaiki akhlaqnya, baik pada dirinya sendiri, pada orang lain, maupun hubungan kita sebagai hamba dengan Allah SWT.
Dan istimewanya, buku ini ditulis oleh ulama besar berkaliber internasional yang berasal dari Hadhramaut, Yaman, yakni Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, yang namanya sudah dikenal oleh sebagian rakyat Indonesia. Ia adalah pendiri dan pengasuh Darul Musthafa Islamic Education di Tarim, Hadhramaut.
Apa pun profesi dan status sosial Anda, buku ini layak dibaca, terutama bagi yang mendambakan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.

Oleh: Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz

KEKASIH HATI

Sebahagian Dari Nasihat dan Kata-kata Hikmah Habib Umar

Sebahagian Dari Nasihat dan Kata-kata Hikmah Habib Umar
قَالَ فِى شَأنِ دَعْوَةٍ : اَلْوَاجِبُ أنْ نَكُوْنَ كُلُّنَا دَعَاةً وَ لَيْسَ بِوَاجِبٍ اَنْ نَكُوْنَ قُضَاةً اَوْ مُفْتِيَيْنِ (قُلْ هَذِهِ سَبِيْلِيْ أدْعُوْ اِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ أنَا وَ مَنِ اتَّبَعَنِيْ) فَهَلْ نَحْنُ تَبِعْنَاهُ أوْ مَا تَبِعْنَاهُ ؟ فَالدَّعْوَةُ مَعْنَاهَا : نَقْلُ النَّاسَ مِنَ الشَّرِّ اِلَى اْلخَيْرِ وَ مِنَ الْغَفْلَةِ اِلَى الذِّكْرِ وَ مِنَ اْلأدْبَارِ اِلَى اْلإقْبَالِ وَ مِنَ الصِّفَاتِ الذَّمِيْمَةِ اِلَى الصِّفَاتِ الصَّالِحَةِ

Beliau حفظه الله تعالى berkata tentang dakwah: “Yang wajib bagi kita iaitu harus menjadi da’ie dan tidak harus menjadi qadhi atau mufti. (Katakanlah Wahai Muhammad صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku), apakah kita mengikuti Baginda atau tidak? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.

إذَا صَحَّ الْخُرُوْج حَصَلَ بِهِ الْعُرُوْج

Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke darjat yang tinggi.

كُلّ وَاحِدٍ قُرْبُهُ فِى الْقِيَامَةِ مِنَ اْلأنْبِيَاءِ عَلَى قَدْرِ إهْتِمَامِهِ بِهَذِهِ الدَّعْوَةِ

Kedekatan seseorang dengan para anbiya` di hari qiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini.

املأ قَلْبَكَ بِمَحَبَّةِ إخْوَانِكَ يَنْجَبِرْ نُقْصَانُكَ وَ يَرْتَفِعْ عِنْدَ اللهِ شَأنَكَ

Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu nescaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah.

مَنْ كَانَ سَيَلْقَي فِي الْمَوْتِ الْحَبِيْبَ فَالْمَوْتُ عِيْدًا لَهُ

Barang siapa menjadikan kematiannya sebagai pertemuan dengan sang kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.

مَنْ لَمْ يُجَالِسْ مُفْلِحُ كَيْفَ يُفْلِحُ وَ مَنْ جَالَسَ مُفْلِحَ كَيْفَ لاَ يُفْلِحُ

Barangsiapa yang tidak mahu duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung dan barangsiapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.

الإنْطِوَاءُ فِى الشَّيْخِ مُقَدِّمَةٌ لِلْلإنْطِوَاءِ فِى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ اْلإنْطِوَاءُ فِى الرَّسُوْلِ مُقَدِّمَةٌ لِلْفَنَاءِ فِى اللهِ

Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم merupakan permulaan untuk fana pada Allah

لَمْ يَزَلِ النَّاسُ فِى كُلِّ وَقْتٍ مَا بَيْنَ صِنْفَيْنِ : صِنْفُ سِيْمَاهُمْ فِي وُجُوْهِهِمْ مِنْ أثَرِ السُّجُوْدِ وَ صِنْفُ سِيْمَاهُمْ فِى وُجُوْهِهِمْ مِنْ أثَرِ الْجُحُوْدِ

Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan:

Golongan yang diwajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud; dan
Golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.

إنَّ لِلسُّجُوْدِ حَقِيْقَةً إذَا نَازَلَتْ اَنْوَارُهَا قَلْبَ الْعَبْدِ ظَلَّ الْقَلْبِ سَاجِدًا أبَدًا فَلاَ يَرْفَعُ عَنِ السُّجُوْدِ

Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahayanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya.

أخْرِجْ خَوْفَ الْخَلْقِ مِنْ قَلْبِكَ تَسْتَرِحْ بِخَوْفِ الْخَلْقِ وَ أخْرِجْ رَجَاءَ الْخَلْقِ مِنْ قَلْبِكَ تَسْتَلِذَّ بِرَجَاءِ الْخَلْقِ

Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada Kholiq (pencipta) dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Kholiq.

كَثْرَةُ الصَّفَاطِ وَ كَثْرَةُ الْمِزَاحِ عَلاَمَةٌ خُلُوِّ الْقَلْبِ عَنْ تَعْظِيْمِ اللهِ تَعَالَى وَ عَلاَمَةٌ عَنْ ضَعْفِ اْلإيْمَانِ

Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari dhoifnya iman.

سَبَبٌ مِنْ أسْبَابِ نُزُوْلِ الْبَلاَءِ وَ الْمَصَائِبِ قِلَّةُ الْبُكَائِيْنَ فِى جَوْفِ اللَّيِلِ

Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.

أهْلُ اْلإتِّصَالِ مَعَ اللهِ اَمَْلَئَ اللهُ قُلُوْبَهُمْ بِالرَّحْمَةِ فِى كُلِّ لَحْظَةٍ

Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.

مَا ارْتَقَى اِلَى اْلقِمَّةِ اِلاَّ بْالْهِمَّةِ

Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).

مَا أعْجَبَ اْلأرْضُ كُلُّهَا عِبْرَةٌ أظُنُّ لاَ يُوْجَدُ عَلَى ظَهْرِ اْلأرْضِ شِبْرًا اِلاَّ وَ لِلْعَاقِلِ فِيْهِ عِبْرَةٌ اِذَا اعْتُبَرَ

Alangkah anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mahu mempelajarinya.

خَيْرُ النَّفْسِ مُخَالَفَتُهَا وَ شَرُّ النَّفْسِ طَاعَتُهَا

Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.

مِنْ دُوْنِ قَهْرِ النُّفُوْسِ مَا يَصِلُ الإنْسَانُ اِلَى رَبِّهِ قَطٌّ قَطٌّ قَطٌّ وَ اْلقُرْبُ مِنَ اللهِ عَلَى قَدْرِ تَصْفِيَةِ النُّفُوْسِ

Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya.

إذَا انْفَتَحَتِ الْقُلُوْبُ حَصَلَ الْمَطْلُوْبَ

Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan.

مَنْ كَانَ لَهُ بِحَارٌ مِنَ الْعِلْمِ ثُمَّ وَقَعَتْ قِطْرَةٌ مِنَ الْهَوَى لَفَسَدَتْ

Barangsiapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawanafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.